Surabaya - Setelah beberapa tahun kering rilisan musisi anyar berkualitas, Surabaya akhirnya kembali menunjukkan taringnya. Adalah rock alternatif, serbuan teranyar dari kota yang pernah terkenal sebagai kiblat rock Tanah Air ini. Musik yang sempat meledak di dekade 90-an itu sukses dibawa Zorv melalui album penuh pertama mereka, Savage.
Dengan pengaruh dan attitude grunge yang amat kental serta ketukan drum yang mereka klaim terpengaruh oleh stoner rock, Zorv yang beranggotakan Danishwara (vokal, gitar), Ragyl (bass), dan Balqi (drums) akhirnya merilis Savage pada akhir bulan lalu.
Rilisnya debut album Zorv terhitung cepat, mengingat trio grunge asal kota Pahlawan ini baru terbentuk 2011 lalu. Belum lagi jika dibandingkan dengan band-band sekota yang lebih senior dari mereka dan memiliki basis penggemar yang jauh lebih besar, banyak dari mereka hanya mampu menelurkan album mini saja.
“Meskipun kami baru, resepnya sih terus produktif. Berhenti berwacana. Karena kami ini seniman, ya berbicara lah melalui seni, melalui karya. Jangan di luar itu,” ungkap Danishwara, vokalis dan gitaris sekaligus otak dari Zorv.
Nama Zorv sendiri diambil dari imajinasi Danish yang ketika kecil berkeinginan memiliki robot Gundam yang bernama Zorg. “Tapi karena Zorg kurang ngena buat nama band, akhirnya huruf ‘G’ dibelakang diganti dengan ‘V’,” imbuhnya lagi.
Terkait isi album, Savage yang berarti liar, kejam, dan biadab, berisi pikiran-pikiran liar ketiga personel Zorv dalam memandang hidup.
“Handcuffs” misalnya, bercerita tentang norma dan aturan yang membelenggu setiap diri manusia dimana seharusnya tiap manusia dapat melawan belenggu tersebut.
Selain itu “Axiom” yang mempertanyakan kebenaran, dan “Lore” yang berisi rasa keingintahuan atas peran-peran manusia yang ada di muka bumi menjelaskan secara gamblang betapa liarnya alam pikiran Zorv di album ini.
“Liar di sini lebih kepada imajinasi kami. Setiap manusia kan punya imajinasi liar ketika merenung. Mempertanyakan fenomena-fenomena hidup dan sosial aja. Nggak mengarah ke mana-mana sih. Nggak mengkritisi, hanya mendeskripsikan saja,” jelas Danish yang menulis semua lirik dalam album ini.
Secara musikalitas, Zorv justru merupakan perpaduan antara tiga kepala yang dipengaruhi musik yang berbeda-beda. Danish mengaku bahwa sebelumnya ia memiliki band bergenre metal dan ia tumbuh bersama musik-musik rock klasik seperti Black Sabbath dan Led Zeppelin.
Sementara pemain bass, Ragyl lebih dipengaruhi oleh musik punk rock macam Sex Pistols dan Ramones. Berbeda lagi dengan sang penggebuk drums, Balqi yang lebih menggemari musik-musik garage milik The Strokes dan Arctic Monkeys.
Meskipun berasal dari tiga pengaruh musik yang berbeda, sound alternatif : grunge dan stoner sangat kental dalam album Savage ini. “Titik temunya pada akhirnya ke sound sembilan puluhan sih. Dan kami semua lahir dan tumbuh di era itu,” terang Balqi.
Savage yang berisi dua belas lagu ini dirilis di bawah bendera label mereka sendiri, Wellstain Records, sementara pendistribusiannya dibantu oleh deMajors. Diakui oleh Zorv, meski album mereka telah rilis di pasaran sejak 31 Januari lalu, namun showcase peluncuran album perdana mereka ini masih akan diadakan akhir bulan ini.
Mengenai label rekaman mereka, Wellstain Records, rencananya akan terus dikembangkan untuk menjaring band-band serta musisi berkualitas lainnya di Surabaya. Zorv berharap setelah Savage, akan ada album-album dari band Surabaya lainnya yang dapat mereka bantu penggarapannya.
“Wellstain ini sih inisiatif saya pribadi agar Surabaya memiliki acuan musik berkualitas. Ketika mendengarkan satu musik berkualitas dari label rekaman ini, pendengar bisa punya alternatif lain dengan melihat siapa label di balik album itu. Dengan begitu kami dapat membantu memberi acuan musik-musik berkualitas di Surabaya kepada publik,” kata Danish mengakhiri sesi wawancara dengan Rolling Stone.
Rencananya, Senin (11/3) pukul 17:00 WIB mendatang Zorv akan merilis sebuah single bebas unduh dari album debut mereka, Savage di kanal Free Download RollingStone.co.id. Nantikan!